Ada sebuah surat dari matahari kepada bumi, kukatakan ini karena seseorang yang menulis surat ini diibaratkan seperti matahari, karena matahari merasa apabila ia mendekati bumi maka bumi akan hancur terbakar bara api.
#Surat Putus Cinta#
Sepucuk surat untuk pacarku,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh..
Ukhti, apa kabarmu? Semoga engkau disana baik-baik saja dan semoga engkau selalu dalam keridhoan Allah Subhanahu wataala, Rabb semesta alam.
Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh
Duhai ukhti, saat aku meminangmu sebagai pacar, saat itulah kebodohan terbesar dalam cerita hidupku, karena seharusnya kehormatanmu terjaga, tapi debu-debu nafsu yang bertopeng cinta di hati ini telah mengotori izzahmu sebagai wanita.
Duhai ukhti, saat kuputuskan agar hubungan kita berakhir, ku tahu dan ku sadar, engkau mungkin merasakan rasa sakit yang begitu perih, sangat perih, ya... maafkan aku duhai ukhti, tapi kurasa keputusan ini seribu kali lebih baik dari pada engkau harus terperosok dalam jurang kenistaan. Bagaimana mungkin aku mengucapkan I love you? Tapi hakikatnya aku sedang melemparkan dirimu dengan tanganku sendiri kedalam lembah kehinaan.
Duhai ukhti, mungkin engkau berfikir aku menemukan wanita yang lebih cantik darimu, wanita yang lebih baik darimu, atau mungkin engkau berfikir aku sudah tak mencintaimu lagi, hingga aku berani mengakhiri hubungan salah arah ini, tidak.. tidak wahi ukhti, aku juga punya perasaan sama sepertimmu, tapi aku berfikir itu lebih baik untuk kebahagiaan dunia dan akhirat kita. Meski menyakitkan, tapi aku yakin suatu saat engkau akan menerimanya, sebab keputusan ini benar-benar bersumber dari ketulusan hati yang terdalam. Keputusan ini karena aku takut akan murka Allah, aku takut akan kemarahannya, dan aku takut kita tak diberi izin untuk memasuki keindahan surgaNya.
Tahukah kau duhai ukhti? Jika setitik duri saja melukai kulitmu, aku akan begitu takut dan khawatir, maka bagaimana mungkin aku tak khawatir jika kulitmu harus terbakar dan tertusuk bara api neraka, oh tidak ukhti.. aku begitu mencintaimu hingga tak kuasa jika mataku harus melihat engkau tersiksa dalam kemurkaan Allah, dan lebih kejam lagi karena aku lah penyebab datangnya murka itu.
Duhai ukhti, saat tangan ini menyentuhmu, saat tangan ini menatapmu, saat jiwa ini menghayal tentangmu, saat kau berboncengan denganku, saat sms atau telpon mesra menghampirimu, dan saat hati ini terus menatap lukisan di wajahmu, mungkin aku dan kamu bagaikan tenggelam di lautan bahagia, dunia bagai milik kita sendiri, tapi sungguh ukhti.. itu semua hanyalah tipu daya setan yang terkutuk, mereka ingin kita menjadi teman mesra untuk berbulan madu di neraka. Naudzubillah..
Maka duhai ukhti, maaf sekali lagi, maaf jika keputusan ini menyayat hati dan persaanmu dengan sayatan yang sangat perih, silahkan engkau membenciku, menganggapku manusia terjahat atau tak ingin lagi berjumpa denganku, silahkan ukhti.. silahkan.. Jika itu lebih bisa menenangkan dirimu, tapi mungkin inilah caraku mencintaimu, caraku adalah mengakhiri atau menikahi, dan karena pilihan kedua belum kita lakukan, maka pilihan yang pertama adalah pilihan paling bijak walau sekali lagi hatimu harus terluka dengan perih dan sakit.
Duhai ukhti, andai saja waktu bisa terputar kembali, mungkin aku tak akan mengembangkan senyuman halus kepadamu, sungguh pertemuan yang hanya sekejap itu telah melumpuhkan hatiku yang kerdil akan iman ini. Tapi aku bersyukur, Allah masih menyayangi kita, hingga sampai saat ini kita masih bisa bernafas, dan dengan sisa nafas yang sedang merambat menuju kematiaan ini kita masih bisa bertaubat, kita masih bisa bertaubat ukhti, dan memutuskan hubungan semu ini adalah salah satu jalan untuk menuju pintu pertaubatan itu.
Duhai ukhti, aku tak berani memintamu agar menantiku dibatas waktu. Ku sadar, terkadang penantian selalu mendatangkan dosa sehingga sesalnya bertumpuk-tumpuk. Lagi pula, siapa yang menjamin esok lusa jantung ini bisa berdetak, lebih baik kita anggunkan akhlak, kita pantaskan diri ini agar bumi senantiasa merekah mensenyumi, agar langit senantiasa merintik mempahalai.
Duhai ukhti, engkau yang begitu kucintai, izinkan aku menutup surat ini dengan air mata penyesalan, penyesalan karena telah mengotori gaun kehormatanmu, walau hanya dengan sekedip tatapan, aku yakin jodoh tak akan kemana.
Jikalah kita ditakdirkan berjodoh, suatu saat kita akan berlanjut mungkin dengan mesra engkau cium tanganku dan dengan hangat aku kecup keningmu., tentu setelah engkau halal bagiku. Namun jika memang kita tidak berjodoh, jangan bersedih, sebab cinta hanyalah firah insani, sedang jodoh adalah kuasa Ilahi. Mungkin suatu saat kita akan menertawakan kisah ini, saat kau menimang putra-putrimu, pun saat ku bersanding dengan istriku.
Jikalah saat ini cinta kita tidak bisa berdayung di perahu kasih, semoga kita dipertemukan di taman firdaus sebagai shalihin dan shalihat.
Maka marilah berdoa duhai ukhti, semoga Allah mengampuni selapis demi selapis dosa yang pernah kita lakukan dulu, dan semoga perasaan yang memang saat ini masih kurasakan, dapat berganti menjadi perasaan cinta yang menggebu kepada Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan semesta alam Allah Subhanahu Wataala.
Sampai jumpa ukhti, sampai jumpa dirumahmu saat aku meminangmu sebagai istri, atau sampai jumpa dipelaminan, saat aku jadi tamu undangan dipernikahanmu. Semoga semuanya indah pada waktunya. Maha suci Allah yang telah menuntun sekata demi sekata surat ini.
Wassalamualaikum Warahmatullah wabarakatuh
Minggu, 27 November 2016
KARENA DIRIMU
Sampai kapan kau tidak memperhatikanku. Sedang tubuhku telah penuh dengan sajaksajak tentang dirimu. Saat aku dengar suara hentak sepatu tak jauh dari lamunanku, mengira kau hadir di saat aku dilanda hampa. Lalu di waktu seketika saja kau berbeda sapa denganku, kukira kau berlalu di kala kurindu.
.
Seharusnyakah, daundaun membiarkan dirinya hijau apabila surya terbuka pada segala warna. Aku hanya ingin menjadi daun, menyerap sinarmu tak kenal waktu.
.
Tak bisakah, anginangin pergi beriring tanpa menghentak sulur batang daun. Meski kutahu, ada dan tanpa, daun tetaplah kelak melayang jatuh pada dekapan rumput dan tanah basah.
.
Karena dirimu, hidup seketika gila. Hatiku berada di ujung lorong yang gelap. Di antara pudar dan sadar aku melangkah entah. Menumpuk tinggi tabungan harapan dalam sekejap, sewaktuwaktu lenyap menguap. Mungkin begitulah aku karena dirimu, bernafas menjadi irama hentak tanpa melodi.
.
Karena dirimu, aku lupa bahwa tak sekali pun kau sebut namaku. Meski lisan dan perasaan hampir gugur disapu buih. Saat aku melihatmu berlalu di antara rindurindu, mungkinkah kau hampiriku. Meski semua hanya imajinasi, aku anggap itu sebuah hal yang kunanti. Di halaman depan mataku, kau tak pernah perhatikanku. Dan itulah duka berujung luka, saat aku melihatmu dan kau pergi tanpa pernah sadari keberadaanku.
.
Cinta ini sepi seketika. Tanganku hampir lumpuh dan tubuhku tak lagi cukup menampung semua arti dirimu. Maka kumohon padamu untuk menghapuskan semua sajak di tubuhku dengan dirimu. Dan himpunlah mereka dalam doa. Karena dirimu adalah sajak yang sebenarnya. Yang tak kuasa di ungkap kata. Dan tak cukup puas digambarkan beribu bahasa. Hapuslah, bersihkan tubuhku. Dengan menyatukannya.
.
Aku percaya itu. Karena dengan kaulah tanganku masih terus menulis sajak di tubuhku. Semoga kelak kau sadari, bahwa seluruh bumi, bernyanyi merdu untukmu lewat puisi.
.
(salah satu tulisan dalam buku ‘Barang Kenangan’)
AKU HARUS MEMILIH APA
Aku harus memilih apa, ketika kunamai rindu dengan namamu, aku selalu berpikir mencintaimu tak perlu banyak alasan, sebab alasan adalah lautan buas yang sewaktuwaktu menenggelamkanku untuk tidak mencintaimu.
Tapilah mungkin alasan dalam sebuah cinta adalah hiasan di antara indah bunga. Ketika bunga layu dan tak mungkin lagi kurindu, aku masih memiliki alasan untuk menjadikanmu terminal rindu bagi sengal nafasku.
Apapun alasan itu. Aku tetap memilihmu, ketika perkara cinta hanya sekadar dipilih dan memilih, maka aku serahkan pilihan kita pada derap gagapmu di ujung malam.
Aku harus memilih apa? Ketika cinta itu kau, yang sekarat kecuali dengan kita saling berpegang erat. Semoga kau juga banyak menyimpan alasan, menjadikanku sebagai buah pilihanmu.
(salah satu tulisan dalam buku ‘Barang Kenangan’)
Islam sebagai Ideologi
Di
antara para pemikir terkemuka Islam, ideologi Islam didefinisikan dengan banyak
makna. Ada yang berpendapat bahwa ideologi Islam adalah sistem pemikiran yang
berdasar pada akidah agama Islam. Islam dilahirkan dari proses berpikir yang
menghasilkan keyakinan yang teguh terhadap keberadaan (wujud) Allah sebagai
Sang Maha Pencipta dan Pengatur kehidupan, alam semesta dan seluruh isinya,
termasuk manusia. Dari keyakinan ini tumbuhlah kepercayaan akan adanya rasul
dari golongan manusia, yang menuntun dan mengajarkan manusia untuk mentaati
penciptanya, dan keyakinan akan adanya hari perjumpaan dengan Allah SWT.
Allah
SWT telah mewahyukan aturan hidup, yaitu Syariat Islam yang sempurna dan
diperuntukkan bagi seluruh manusia. Aturan hidup yang dimaksud merupakan aturan
hidup yang bersumber dari wahyu Allah. Aturan ini mengatur berbagai cara hidup
manusia yang berlaku dimana saja dan kapan saja, tidak terikat ruang dan waktu.
Syariat Islam bersumber pada Al-Qur'an dan Al-Hadist. Peraturan atau hukum
Islam mengikat individu, masyarakat, dan bahkan sistem kenegaraan. Seluruh
aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial, budaya, serta pertahanan dan
kemanan diatur dalam Islam.
“Hari
ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku
untuk kamu, serta Aku ridhai Islam sebagai agama / ideologi kamu”. (QS. Al-Maidah: 3)
Ciri-ciri
ideologi Islam:
1.
Sumber Ideologi Islam
Bersumber
dari wahyu Allah SWT kepada Rasulullah SAW. Wahyu-wahyu Allah SWT tersebut
kemudian diabadikan dalam wujud Al-Quran. Dengan demikian, jadilah Al-Quran
sebagai sumber ideologi Islam, sumber dari segala sumber hukum.
2.
Dasar ideologis
Kalimat
tauhid La ilaha illallah menjadi dasar berpikir dalam ideologi Islam
yang menyatukan hukum Allah SWT dengan kehidupan.
3.
Kesesuaian dengan fitrah
Islam
menetapkan manusia itu lemah, hanya Allah SWT Yang Maha Kuasa, Yang Maha Mengetahui
aturan mana yang terbaik untuk manusia. Jadi, semua aturan, apa pun formatnya,
harus berasal dari Allah SWT lewat wahyu-Nya.
4.
Pembuat hukum
Allah
SWT adalah satu-satunya pembuat hukum sekaligus hakim Yang Maha Adil. Hanya
hukum Allah lewat wahyu-Nya sajalah yang boleh ditaati oleh manusia. Akal
manusia berfungsi menggali fakta dan memahami hukum dari wahyu.
5.
Fokus ideologi
Individu
merupakan salah satu anggota masyarakat. Individu diperhatikan demi kebaikan
masyarakat, dan kebaikan masyarakat untuk kebaikan individu.
6.
Ikatan perbuatan
Seluruh
perbuatan terikat dengan Syariat Islam. Perbuatan baru bebas dilakukan bila
sesuai dengan Syariat Islam.
7.
Tujuan tertinggi
Mendapatkan
ridho Allah SWT dan bebas dari azab neraka.
8.
Tolok ukur kebahagiaan
Mencapai
ridho Allah SWT, diupayakan dengan menunjukkan ketaatan kepada Allah SWT dalam
setiap perbuatan.
9.
Kebebasan pribadi dalam berbuat
Distandarisasi
oleh Syariat Islam. Bila perbuatan sesuai dengan syariat, maka bebas dilakukan.
Bila tidak, maka tidak boleh dilakukan.
10.
Pandangan terhadap masyarakat
Masyarakat
merupakan kumpulan individu yang memiliki perasaan dan pemikiran yang
berbeda-beda tetapi diatur oleh hukum yang sama.
11.
Dasar perekonomian
Setiap
orang bebas menjalankan perekonomian dengan membatasi sebab pemilikan dan jenis
pemiliknya. Sedangkan jumlah kekayaan yang dimiliki tidak boleh dibatasi.
12.
Kemunculan sistem aturan
Allah
SWT telah menjadikan sistem aturan yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW bagi
manusia untuk dijalankan dalam kehidupan. Manusia hanya memahami permasalahan,
lalu menggali hukum dari Al Qur'an dan As-Sunnah.
13.
Tolok ukur hukum
Segala
sesuatu dilihat hukum dasarnya apakah wajib, sunnah, haram, makruh, atau
mubah.
14.
Penerapan hukum
Penerapan
hukum dilakukan atas dasar ketakwaan individu dan kontrol masyarakat.
15.
Cara penyebarluasan ideologi
Dakwah
dan jihad. Sebenarnya kedua cara ini merupakan bentuk perang. Dakwah adalah
perang ideologi, sementara jihad adalah perang fisik. Meskipun keduanya adalah
bentuk perang, tetapi perang fisik hanya boleh dilakukan jika kaum muslimin
dalam keadaan terdesak, dizolimi, atau diusir dari tempat tinggalnya.
16.
Konsep kehidupan manusia
Sebelum
kehidupan manusia itu ada, semuanya berasal dari Allah SWT. Saat kehidupan
dijalankan manusia, bertujuan untuk mendapatkan ridha-Nya. Setelah manusia
meninggal akan kembali kepada-Nya dengan pertanggungjawaban.
Ideologi
Islam mulai dijelmakan dalam sistem pemerintahan Islam sejak tahun 622 Masehi
di Madinah oleh Rasulullah Muhammad SAW. Sepanjang riwayatnya, ideologi ini
mampu memberikan solusi dan kemakmuran bagi masyarakatnya. Namun, ideologi
Islam tak lagi diterapkan sejak 3 Maret 1924, saat runtuhnya khilafah Turki
Utsmani. Sejak saat itu, Islam sebagai ideologi tak lagi diterapkan secara
menyeluruh.
Yang
penting bagi kita adalah bahwa manusia harus ber-Islam secara utuh, tidak
sepotong-sepotong, dan tidak hanya ber-Islam secara sebagian demi sebagian.
Ketika kita menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa nabi Muhammad SAW
adalah utusannya, maka yang ada dalam benak kita adalah bahwa kita akan
mentaati semua perintah Allah dan Rasul-Nya. Baik dalam konteks sebagai
individu maupun sebagai masyarakat.
Ketika
Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kepada kita untuk mengesakan Allah, maka kita
taat dan kita laksanakan. Ketika kita diminta untuk melakukan shalat, puasa,
zakat, haji, dan beragam ritual lainnya, kita pun segera melaksanakan. Bahkan
ketika Allah memerintahkan kita untuk meninggalkan beragama kemungkaran,
semacam perzinaan, perjudian, minum khamar, pencurian, perampokan dan segala
bentuk kejahatan, maka kita pun meninggalkannya. Termasuk kita pun mencegah
agar jangan sampai kejahatan seperti itu terjadi.
Lantas
ketika Allah SWT menetapkan bahwa para pelaku pelanggaran itu harus dihukum
sesuai dengan hudud dari-Nya, kita pun harus menerapkannya. Ketika Allah SWT
mewajibkan kita untuk menutup aurat, berkata yang benar, menjaga amanah,
menegakkan keadilan, memberi makan fakir miskin, mengasihi anak yatim, membela
orang lemah dan melindungi para janda, maka kita pun kerjakan.
Ketika
Allah SWT memerintahkan untuk hidup berdampingan dengan damai bersama
non-muslim yang sudah terikat perjanjian damai, melindungi hak-hak mereka untuk
beragama, beribadah dan melakukan aktifitas kesehariannya, maka kita pun
mentaati Allah SWT. Namun, ketika Allah SWT memerintahkan kita untuk membela
hak, mempertahankan negeri dari serbuan musuh kafir yang membahayakan agama,
harta, jiwa, kehormatan, serta keturunan kita, maka kita pun mendengar dan
mentaati Allah SWT. Termasuk ketika Allah SWT memerintahkan kita untuk berjihad
dengan harta dan jiwa demi menegakkan kebenaran dan keadilan serta melepaskan
kaum muslimin dari belenggu penjajahan fisik, kita pun menjalankannya dengan
niat ikhlas untuk mengabdi dan mempersembahkan yang terbaik kepada Allah
SWT.
Maka
bagi kita yang mengaku menjadi seorang muslim, apa pun yang Allah SWT
perintahkan, kita wajib untuk mentaatinya. Baik perkara itu terkait dengan
masalah peribadatan maupun termasuk masalah sosial kemasyarakatan. Islam tidak
mengenal pengkotak-kotakan agama menjadi keping-keping kecil. Sebab Islam
adalah sebuah sistem hidup yang integral dan mencakup semua bentuk aspek
kehidupan. Islam adalah ibadah dan kehidupan, agama sekaligus hukum di tengah
masyarakat, ritual sekaligus ilmu pengetahuan, rohani sekaligus materi, agama
sekaligus ideologi. Rasulullah SAW tidak mengajarkan Islam hanya pada wilayah
tertentu dengan meninggalkannya pada bagian yang lain. Maka Islam yang kita
pahami adalah Islam yang utuh sebagaimana dahulu Rasulullah SAW mengajarkannya
kepada kita.
Bumi dan Matahari
Sunday, November 13rd 2016
Bumi, kenapa engkau selalu menunggu matahari untuk terbit? Bukankah matahari selalu terbit pada waktunya? Bumi engkau pasti sangat sedih, harimu gelap, sudah dua hari ini matahari tidak menampakkan sinarnya. Bagaimana engkau bisa tersenyum wahai bumi? bagaimana engkau tidak cemas wahai bumi, jika hingga kini matahari masih belum menampakkan sinarnya dan menyapa engkau.
Senin, 14 November 2016
Senin, 07 November 2016
Selasa, 01 November 2016
Annisa
"What would Allah get by punishing you, if you have thanked and have believed in Him. And Allah is Appreciating, All knowing." (QS. An-Nisa: 147)
What will Allah swt get out of punishing you? He doesn’t even want to punish you, wallahi Allah mercy is just too great that he’s even telling us that he doesn’t want that. So blame yourself for the sins you do. How can you expect Jannah if you are not even doing the basics?
Langganan:
Postingan (Atom)