Minggu, 27 November 2016

Komitmen dalam mencintai adalah MENIKAHI atau MENGAKHIRI

Ada sebuah surat dari matahari kepada bumi, kukatakan ini karena seseorang yang menulis surat ini diibaratkan seperti matahari, karena matahari merasa apabila ia mendekati bumi maka bumi akan hancur terbakar bara api. 

 #Surat Putus Cinta# Sepucuk surat untuk pacarku, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.. Ukhti, apa kabarmu? Semoga engkau disana baik-baik saja dan semoga engkau selalu dalam keridhoan Allah Subhanahu wataala, Rabb semesta alam. 

Assalamualaikum Warahmatullahi wabarakatuh

Duhai ukhti, saat aku meminangmu sebagai pacar, saat itulah kebodohan terbesar dalam cerita hidupku, karena seharusnya kehormatanmu terjaga, tapi debu-debu nafsu yang bertopeng cinta di hati ini telah mengotori izzahmu sebagai wanita.

 Duhai ukhti, saat kuputuskan agar hubungan kita berakhir, ku tahu dan ku sadar, engkau mungkin merasakan rasa sakit yang begitu perih, sangat perih, ya... maafkan aku duhai ukhti, tapi kurasa keputusan ini seribu kali lebih baik dari pada engkau harus terperosok dalam jurang kenistaan. Bagaimana mungkin aku mengucapkan I love you? Tapi hakikatnya aku sedang melemparkan dirimu dengan tanganku sendiri kedalam lembah kehinaan.

 Duhai ukhti, mungkin engkau berfikir aku menemukan wanita yang lebih cantik darimu, wanita yang lebih baik darimu, atau mungkin engkau berfikir aku sudah tak mencintaimu lagi, hingga aku berani mengakhiri hubungan salah arah ini, tidak.. tidak wahi ukhti, aku juga punya perasaan sama sepertimmu, tapi aku berfikir itu lebih baik untuk kebahagiaan dunia dan akhirat kita. Meski menyakitkan, tapi aku yakin suatu saat engkau akan menerimanya, sebab keputusan ini benar-benar bersumber dari ketulusan hati yang terdalam. Keputusan ini karena aku takut akan murka Allah, aku takut akan kemarahannya, dan aku takut kita tak diberi izin untuk memasuki keindahan surgaNya. 

Tahukah kau duhai ukhti? Jika setitik duri saja melukai kulitmu, aku akan begitu takut dan khawatir, maka bagaimana mungkin aku tak khawatir jika kulitmu harus terbakar dan tertusuk bara api neraka, oh tidak ukhti.. aku begitu mencintaimu hingga tak kuasa jika mataku harus melihat engkau tersiksa dalam kemurkaan Allah, dan lebih kejam lagi karena aku lah penyebab datangnya murka itu.

 Duhai ukhti, saat tangan ini menyentuhmu, saat tangan ini menatapmu, saat jiwa ini menghayal tentangmu, saat kau berboncengan denganku, saat sms atau telpon mesra menghampirimu, dan saat hati ini terus menatap lukisan di wajahmu, mungkin aku dan kamu bagaikan tenggelam di lautan bahagia, dunia bagai milik kita sendiri, tapi sungguh ukhti.. itu semua hanyalah tipu daya setan yang terkutuk, mereka ingin kita menjadi teman mesra untuk berbulan madu di neraka. Naudzubillah.. Maka duhai ukhti, maaf sekali lagi, maaf jika keputusan ini menyayat hati dan persaanmu dengan sayatan yang sangat perih, silahkan engkau membenciku, menganggapku manusia terjahat atau tak ingin lagi berjumpa denganku, silahkan ukhti.. silahkan.. Jika itu lebih bisa menenangkan dirimu, tapi mungkin inilah caraku mencintaimu, caraku adalah mengakhiri atau menikahi, dan karena pilihan kedua belum kita lakukan, maka pilihan yang pertama adalah pilihan paling bijak walau sekali lagi hatimu harus terluka dengan perih dan sakit.

 Duhai ukhti, andai saja waktu bisa terputar kembali, mungkin aku tak akan mengembangkan senyuman halus kepadamu, sungguh pertemuan yang hanya sekejap itu telah melumpuhkan hatiku yang kerdil akan iman ini. Tapi aku bersyukur, Allah masih menyayangi kita, hingga sampai saat ini kita masih bisa bernafas, dan dengan sisa nafas yang sedang merambat menuju kematiaan ini kita masih bisa bertaubat, kita masih bisa bertaubat ukhti, dan memutuskan hubungan semu ini adalah salah satu jalan untuk menuju pintu pertaubatan itu.

 Duhai ukhti, aku tak berani memintamu agar menantiku dibatas waktu. Ku sadar, terkadang penantian selalu mendatangkan dosa sehingga sesalnya bertumpuk-tumpuk. Lagi pula, siapa yang menjamin esok lusa jantung ini bisa berdetak, lebih baik kita anggunkan akhlak, kita pantaskan diri ini agar bumi senantiasa merekah mensenyumi, agar langit senantiasa merintik mempahalai. Duhai ukhti, engkau yang begitu kucintai, izinkan aku menutup surat ini dengan air mata penyesalan, penyesalan karena telah mengotori gaun kehormatanmu, walau hanya dengan sekedip tatapan, aku yakin jodoh tak akan kemana.

 Jikalah kita ditakdirkan berjodoh, suatu saat kita akan berlanjut mungkin dengan mesra engkau cium tanganku dan dengan hangat aku kecup keningmu., tentu setelah engkau halal bagiku. Namun jika memang kita tidak berjodoh, jangan bersedih, sebab cinta hanyalah firah insani, sedang jodoh adalah kuasa Ilahi. Mungkin suatu saat kita akan menertawakan kisah ini, saat kau menimang putra-putrimu, pun saat ku bersanding dengan istriku. Jikalah saat ini cinta kita tidak bisa berdayung di perahu kasih, semoga kita dipertemukan di taman firdaus sebagai shalihin dan shalihat.

Maka marilah berdoa duhai ukhti, semoga Allah mengampuni selapis demi selapis dosa yang pernah kita lakukan dulu, dan semoga perasaan yang memang saat ini masih kurasakan, dapat berganti menjadi perasaan cinta yang menggebu kepada Tuhanku, Tuhanmu, dan Tuhan semesta alam Allah Subhanahu Wataala. Sampai jumpa ukhti, sampai jumpa dirumahmu saat aku meminangmu sebagai istri, atau sampai jumpa dipelaminan, saat aku jadi tamu undangan dipernikahanmu. Semoga semuanya indah pada waktunya. Maha suci Allah yang telah menuntun sekata demi sekata surat ini.

 Wassalamualaikum Warahmatullah wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar